Solo Marmer, Jakarta – Aksi hooliganisme seorang pelajar berinisial BB (14) di Kediri menarik perhatian berbagai pihak.
Kali ini kekerasan terjadi di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Menurut Kementerian Agama Jawa Timur, pesantren ini tidak memiliki izin operasional.
Melihat hal tersebut, Direktur Persatuan Pondok Pesantren dan Pembinaan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna meminta Kementerian Agama (Kamenag) segera melakukan pembenahan tata kelola pesantren. Caranya dengan mewajibkan setiap pondok pesantren memiliki izin operasional dari Kementerian Agama.
“Kalau dikatakan pesantren tidak punya izin, itu ibarat nikah sirih, nikah tidak dicatatkan. NU Online mengutip ucapan Sarmidi, Sabtu (2/3/2024). tidak dapat mengambil tindakan dan memantau, dan jika terjadi sesuatu, pesantren tidak dapat bertanggung jawab.”
Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan pihaknya menerapkan strategi komprehensif untuk mencegah kekerasan di lingkungan pesantren.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum PBNU KH Yahya Choleil Stakuf atau Gus Yahya di Jakarta, Jumat, 1 Maret 2024. Gus Yahya menjelaskan, bertumpu pada strategi komprehensif tersebut merupakan komitmen PBNU untuk menghilangkan kekerasan di lingkungan pesantren.
Dalam hal ini, PBNU juga melakukan pendekatan sistemik yang terarah untuk menjangkau pesantren di seluruh Indonesia.
“Saya sudah minta PBNU membentuk tim khusus dengan pendekatan sistemik dan strategi komprehensif untuk mengatasi masalah ini. Saya kira akan dipimpin oleh Rabita Maheed Islamia (RMI),” ujarnya.
Tim khusus yang dimaksud Gus Yahya hampir identik dengan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).
Satgas PPKS dibentuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) sebagai garda terdepan mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan.
“Jadi harus kita sosialisasikan seperti Kemendikbud dan rencananya akan kita terapkan di setiap pesantren untuk mensosialisasikan dan meningkatkan kesadaran di lingkungan pesantren,” ujarnya.
Gus Yahya menilai tim khusus mempunyai peran penting dalam mencegah kekerasan di pesantren. Ingatlah bahwa sistem dan peraturan sekolah berasrama sangat bergantung pada tradisi yang berkembang secara alami.
Oleh karena itu hampir tidak ada pesantren yang dijalankan dengan rencana tertentu sejak awal.
Dikatakannya, “Terkait kasus-kasus perundungan di pesantren, kemungkinannya tersembunyi karena di lingkungan pesantren, para remaja berkumpul, sehingga selalu ada kemungkinan rentan terhadap masalah perundungan.”
Di sisi lain, banyak permasalahan kompleks yang terkait dengan hal tersebut di pesantren. Oleh karena itu, PBNU menilai penting dibentuk tim khusus yang memiliki strategi komprehensif untuk menangani hal tersebut.
“Kami tidak mengecamnya, tapi kami butuh waktu untuk menyelesaikan masalah ini sepenuhnya,” ujarnya.
Sebelumnya, kasus meninggalnya Bibi sempat viral di media sosial dan dikecam masyarakat.
Nahar, Deputi Perlindungan Anak Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KMENPPA), menjelaskan kejadian tersebut dari sudut pandang keluarga. Informasi tersebut diperoleh dari Tim Pengabdian Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129.
Pada 23 Februari, keluarga korban mendapat kabar meninggalnya istri dari salah satu pesantren. Pihak pesantren menyebut Bibi meninggal karena sakit perut dan terjatuh di kamar mandi, bukan akibat kekerasan.
Pihak pesantren mengatakan, korban sempat dilarikan ke rumah sakit namun tidak dapat ditolong.
Saat keluarga korban menemukan jenazahnya, ditemukan hal aneh. Darah mengalir dari peti mati.
Dari sinilah kecurigaan pihak keluarga semakin kuat dan mereka meminta kain kafan anak korban dibuka. Kondisi tubuh anak korban sangat memprihatinkan, banyak jenis luka yang terlihat di sekujur tubuh.
Kondisi tubuh korban penuh lebam, luka, bekas luka bakar rokok di kaki, luka tusuk di dada, dan luka di leher.
Dugaan penganiayaan yang dialami korban diperkuat dengan bukti berbagai luka yang terlihat jelas di sekujur tubuhnya. Saat ini, kami telah menetapkan empat orang tersangka, antara lain MN (18), MA (18), AF (16). tentang , dan AK (17) dan mereka telah ditangkap. “Kami akan memantau kasus ini sampai anak korban mendapatkan keadilan yang layak,” kata Nahar.